Hitam Nan Terang



Hujan semakin deras menyapa. Kali ini tak ada guntur yang menggelegar. Hanya angin yang bersahutan bersorak riang. Lilin kecil menemaninnya tersayup-sayup terhempas oleh angin. Dingin menyengat hingga palung hati. Ia membiarkan rambut panjangnya yang bercat merah tergerai menutupi seluruh wajahnya. Kemudian menyandarkan kepalanya di tembok dengan ditemani rokok dan secangkir kopi hitam yang mengepul.
   Pikiranya kacau, galau tak karu-karuan. Semua pandanganya terlihat semu. Ia terus memandangi aliran hujan yang mengalir di sela-sela jendela. Hatinya semakin memberontak hingga tangisan memecahkan suasana yang hening. Hanya dirinya seorang yang merasakan dan tahu dirinya sendiri. Kenangan bersama kekasihnya terus melintas dan membayangi. Dadanya sesak dan  tak kuasa menahan diri. Rokok yang dari  tadi ditanganya terus Ia hisap sampai habis. Setelah itu ia nyalakan lagi rokoknya. Tak akan berhenti jika belum merasakan ketenangan.
Hujan tak kunjung reda. Malah semakin menjadi. Direbahkan tubuhnya dengan sebatang rokok masih ditanganya. Pelupuk matanya semakin berat. Malam pun menyelimutinya hingga sang fajar menyingsing.
   Secercah sinar pagi menyapa disudut-sudut ruangan. Perlahan membuka mata. Kepalanya masih terasa pusing sedikit. Bola matanya terlihat sayu. Jam dinding  menunjukkan pukul sembilan lewat duapuluh menit. Ia mengikat rambutnya dan membuang selimut.
Tanpa merapikan tempat tidur lagi. Ia ambil gelas berisi air putih. Kerongkongannya terasa kering. Seteguk, dua teguk. Ditaruhnya lagi gelas itu diatas meja.
Ia tak menyadari ada yang memperhatikannya semenjak dia belum bangun. Seorang cowok dengan gaya eksekutif muda. Cowok itu tanpa berhenti mengamati setiap hal yang dilakukan kekasihnya itu. Dia bersandar pada tembok depan pintu. Tangannya bersedaku.
Otot-otot dileher Raisa terasa kaku. Digeleng-gelengkan kepalanya. Terasa lebih enakan. Ia bangkit dari tempat tidur. Dan Ia tak percaya sesosok itu memandanginya tajam. Dengan melihat kondisi kamar yang berantakan. “ Eargi, ,” katanya pelan. Tak percaya Eargi datang saat kondisinya lagi drop. Cowok itu tak memalingkan tatapannya.
Dari mata teduhnya terlihat kemarahan yang besar. Ia melihat tempat yang berantakan. Pandangan Eargi pun tertuju pada album foto. Tepat disamping tempat tidur. Begitu juga dengan Raisa. Eargi lebih cepat mengambil foto-foto itu dari pada Raisa. Ia langsung membukanya tanpa Izin. Eargi mengekspresikan dengan wajah sinis. Kemudian dibantingnya album itu. Raisa diam tak bertenaga. Wajahnya langsung pucat pasif.
   “Ternyata kamu belum bisa lupain cowok brengsek itu?” kata Eargi dengan nada membentak. Album itu Ia injak-injak sampai kotor. Melihat tingkah Eargi Ia mencoba sabar.
   “Jangan bilang dia cowok brengsek,” Raisa memberikan tekanan pada suaranya.  Ia nggak suka Eargi bilang seperti itu.
   “Kamu bela dia? Semalam kamu ngrokok kan? Busit semuanya. Kamu nggak pegang janji kamu,” suaranya semakin mengeras dan meninggi. Sampah batang rokok sisa semalam disamparnya.
   “Tolong hargai sedikit privasi ku. Iya aku memang belum bisa berubah. Kamu yang buat ku seperti ini.” Butiran air matanya tak tertahan lagi. Raisa sudah tak tahan dengan sikap Eargi yang suka sewenang-wenang pada dirinya.
   “Privasi apa? Perasaan ke cowok itu? Aku yang buat kamu seperti ini? Nggak salah kamu. Aku yang bawa kamu keluar dari lembah hitam tau!” Eargi semakin marah. Ia ambil album foto itu. Dan korek api yang berada diatas meja. Semakin sinis menatap Raisa. Kemudian dia keluar.
   “Eargi mau kamu apakan foto itu. Kembalikan pada ku,” pinta Raisa. Mencoba mengambil Foto itu.
 Eargi tak peduli. Ia menuju teras rumah. Ia menatap Raisa dalam. Kemudian merobek foto itu. Tanpa ampun. Raisa berusaha menghentikannya. Ia mencoba  lagi merebut foto itu. Namun, usahanya tak juga berhasil.
Robekan pertama itu menyayat hatinya. Hingga menimbulkan luka yang menganga. Ia berusaha lagi merebut foto itu. Tetapi tetap tak bisa meraihnya. Postur tubuh Eargi yang besar dan tinggi membuatnya kesulitan. Hampir saja bisa mengambil foto itu. Eargi langsung melempar tubuhnya. Hingga terjatuh.
Tanpa peduli lagi keadaan Raisa, secepat kilat Eargi merobek-robek album foto itu. Ia nyalakan api kemudian membakarnya. Api itu dengan lahap melalap serpihan-serpihan kenangan terindah Raisa. Ia berteriak tak percaya. Tangisannya memuncak.
   Tinggal album foto itu yang menjadi kenangan dengan cowoknya dulu. Luka hatinya yang menganga seperti ditusuk-tusuk dengan kawat baja panas. Hanya kenangan itu yang Ia miliki. Karena yang lainnya sudah dibuang oleh orangtuanya.
   Tega sekali Eargi melakukan  hal itu. Terlintas dalam pikirannya tentang Vano. Kala mereka masih bersama. Hari-hari dipenuhi kebahagiaan dan keceriaan. Vano yang selalu ada saat Ia membutuhkan. Menghiburnya kala Ia terpuruk. Terlebih Vano orangnya humoris. Mereka saling melengkapi.
   Waktu itu marak sekali geng-geng antar sekolah. Teman Vano ada yang dikeroyok oleh geng lain. Raisa ingin agar Vano nggak ikutan geng dan tawuran. Namun Vano menolak karena temannya diganggu. Padahal Vano sudah berjanji dengan Raisa tidak akan berkelahi lagi.
Jiwa muda yang masih berkobar membuat  nyalinya tertantang dan emosinya mudah terpancing. Vano nggak akan mau berkelahi bila Ia tidak disakiti dulu. Kalau temannya tersakiti dia juga harus ikut membela. Entah temannya benar atau salah.
Dengan terpaksa Raisa menawarkan dua pilihan. Tetap ikut tawuran atau dirinya. Bila Vano memilih gengnya Raisa meminta Vano untuk meninggalkannya. Vano mengambil keputusan berat. Ia  lebih memilih temannya. Vano akhirnya memutuskan Raisa. Walaupun mereka masih memiliki cinta yang dalam. Namun itu sudah menjadi keputusan Vano.
Vano dan teman-temannya menyusun strategi untuk balas dendam dengan geng hijau. mereka mempersiapkan senjata tajam dan peralatan lain.  Di otak mereka hanya ada dendam dan balas dendam. Prinsipnya nyawa dibalas nyawa. 
Segerombolan anak SMA yang masih memakai seragam putih abu-abu. Sudah berjaga menunggu kedatangan geng yang dipimpin vano. perkalihan langsung saja terjadi. Main adu pukul dan jotos. Sesaat kemudian polisi datang. Mereka langsung bubar sendiri. Terseyok-seyok dengan mengendarai sepeda motor. Geng Vano kali ini yang menang. Mereka hanya luka lecet-lecet.
 Didalam gudang bekas biasanya mereka berkumpul. Vano melamun. Ia teringat Raisa. Ia ingin sekali  Raisa ada disini mengobati lukanya. Namun itu tak mungkin terjadi. Mereka sudah putus seminggu yang lalu. Itu membuat Vano sangat terpukul.
 Kegalauan hatinya Ia tumpahkan ke drugs dan alkohol. Sesaat sakit hatinya hilang tapi muncul lagi. Ia menambah lagi jumlah ganjanya. Hingga Ia merasa tenang.
Disisi lain, Raisa ingin sekali bersama Vano lagi. Ia sudah mempunyai rencana nanti sore dia akan datang ke rumah Vano  untuk menungkapkan isi hatinya. Tak ada hujan tak ada angin foto Vano yang berada diatas meja jatuh dengan sendirinya. Bingkai kaca itu pecah. Tersentak Ia kaget. Langsung teringat Vano. Ia mengambil bingkai itu. Tanganya terkena pecahan kaca, darah segar mengucur deras. Ia merasakan kesakitan dijarinya. Entah mengapa perasaannya menjadi lebih deg-deggan. Pikirannya terus berlanjut pada Vano.
Tubuhnya lemas tak berdaya. Semua pandangannya terasa kabur. Kepalannya dipenuhi kunang-kunang. Ia lunglai terseok diatas lantai. Temannya yang mengetahui segera menolonngnya. Busa putih memenuhi mulutnya. Kemudian dibawanya ke rumah sakit.
Semalaman vano nggak tidur. Ia banyak mengonsumsi alkohol. Pikiranya terlalu dipenuhi Raisa. Dia menato tanganya dengan nama Raisa. Semenjak putus Vano menjadi lebih liar tak terkendali.
Hp Raisa berdering. Ada telepon yang masuk tanpa nama. Ia mengangkatnya. Terdengar dari suara itu kepanikan. Meminta Raisa untuk datang secepatnya ke Rumah sakit.Vano berada disitu. Tanpa peduli yang lain Raisa langsung pergi ke Rumah sakit. Hatinya berdetak kencang. Sangat takut kehilangan Vano. Akhirnya sampai juga.
Terlihat Jhony  sangat tersedih. Raisa bertanya kepada Jhony. Namun Jhony hanya diam. Raisa memasuki ruangan itu. Orang tuanya sudah ada disitu. Kain putih menutupi tubuh itu. Segera Raisa menghampiri. Air matanya menetes deras sekali. Keluar begitu saja. Ibunya menangis.
Ia buka kain itu. Vano terdiam tak bicara. Mukannya sudah pucat. Ia menangis tak tertahan. Ibu Vano memeluk Raisa. Raisa tak bisa berbuat apa lagi. Ia melihat tangan Vano tertulis namanya. Sesaat kemudian dokter membawanya ke ruang jenazah.
Seusai pemakaman Jhony menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Tentang perasaan Vano yang dalam untuk Raisa. Hingga sampai nge-drugs. Vano sangat menyayanginya, sama seperti yang Ia rasakan. Vano juga bercerita  kepada Jhony ingin berubah untuk Raisa lagi. Mengetahui  Raisa didekati cowok lain Vano memilih mundur.
Pernyataan itu membuat Raisa bersalah. Maksudnya agar Vano bisa berubah menjadi orang baik. Itu yang Ia inginkan. Kesalah pahaman itu yang membuat mereka berpisah.
Kenangan bersama Vano terus hadir. Tak kuasa menahan rasa sayangnya. Setiap hari sukanya melamun bila teringat Vano. Orang tua Raisa tak kuat melihat anaknya menderita. Raisa dipindahkan ke Jakarta. Hidup Raisa malah semakin kalut.
Saat memasuki bangku kuliah Ia berkenalan dengan Eargi. Beruntung Eargi cowok yang sabar dan  telaten menasehati Raisa. Sehingga  bisa membuat Raisa berubah dan membuka hatinya lagi.
Namun, belakangan ini Eargi berubah. Lebih posesif dan cemburuan. Apa yang dilakukan Raisa selalu salah di matanya. Tidak tahu mengapa bisa berubah seperti itu. Raisa tak kuat dengan sikap Eargi dan Ia kembali lagi seperti dulu.
   Raisa tak terima album itu dibakar. Itu tinggal satu-satunya kenangan yang tersisa bersama Vano. “Puaskah kamu?”tangan Raisa bangkit  berjalan sendiri menampar Eargi.
   Eargi tercengang. Tak percaya Raisa berani menamparnya. Ia semakin menatapnya penuh amarah.
   “Ya aku puas. Puas banget melihat menjadi abu,” kata Eargi bangga.
   “Kamu benar nggak punya hati. Okey selamat tinggal. Jangan dekati aku lagi. Kita putus.” Raisa lalu meninggalkan Eargi.
   “Gua nggak mau putus. Tenangin pikiran kamu dulu,” Eargi mencengkeram tangan Raisa. Kemudian Raisa melepaskannya.
   “Jangan hubungi aku lagi. Aku sudah  muak dengan semua ini. Kamu hancurkan foto itu sama halnya kau hancurkan aku,” air mata membanjiri wajah cantiknya.
   Raisa lalu  berlari menuju dalam rumah dan mengunci semua pintu. Eargi mengejarnya. Namun terbaru masuk rumah.  Hati Raisa membeku dan sangat kecewa. Hatinya hancur berkeping-keping.
Vano selalu muncul dalam  hatinya sampai kapan pun. Hanya Vano yang mengerti tentang dirinya. Hanya Vano yang bisa membuatnya bahagia. Hanya Vano yang mengisi hatinya. Hanya VANO.
Kicauan burung menari indah dari pohon depan rumah. Siang sudah menggeliat dengan riang dan bahagia. Dua insan sedang dalam kekalutannya sendiri-sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#Ibujuara Penantian buah hati

Aku si Cebol