UJUNG ( Cerita Pendek )

Ia seorang yang polos, dan terlalu pasrah akan kehendak-Nya. Ia percaya Tuhan akan selalu memberikan petunjuknya. Di dalam kondisi apapun dia selalu menyertakan Tuhan. Walaupun dalam hidupnya ia sering menderita, tersakiti, dan terhina. Ia menjalaninya dengan tersenyum. Yang ada dalam angannya Tuhan akan selalu memberikan yang terbaik.

Suatu hari disebuah pagi. Matahari baru mulai menyingsing. Ia menangis terisak-isak. Seakan tubuhnya tak bertulang. Ia terpungkur lemas. Ia nampak sangat sedih sekali. Badannya terlihat kurus tak terurus.

Beban hidup dan tekanan selama ini membuatnya kelelahan dan frustasi “Apa yang harus saya lakukan Tuhan?” Bisiknya dalam sendu. Matanya kosong menatap sekeliling.

Barusan, angin datang membawa kabar buruk kepada wanita itu. Sesuatu yang sangat diharapkannya ternyata telah tiada.

“Ujung telah pergi. Tepat Sebelum ayam berkokok berbunyi. Kamu terlambat.” kata angin.

Mendengar kabar dari Angin, membuatnya putus asa dan rapuh. Ia sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi. Harapannya pupus.

Deburan ombak mengiringi tangisnya. Ia tersungkur di tepian pantai dengan tangan menggenggam pasir. Tak lama kemudian air menyentuh tubuhnya. Dingin mulai menyergap.

 “Kenapa kau menangis? Kau sudah sampai disini bukan? Kau percaya Tuhanmu akan

menolongmu bukan? Tak pantas kau seperti ini. Kau pantas bahagia. Jika kau disini tidak

nyaman. Pergilah. Pergilah dengan kegelisahanmu. Namun jangan salahkan siapapun jika kau merindukannya.”

Begitu kata air.

Ia terdiam. Tangisnya terhenti. Dadanya masih sesak. Rasa marah, kecewa, & sakit hati bercampur menjadi satu. Ia terdiam. Mata tertutup menahan lonjakan di dadanya.

“Saya sudah melewati perjalanan yang teramat menyakitkan, banyak hal saya korbankan hanya untuk bertemu

Ujung. Inilah tempat Ujung berada. Disini tempat yang ia janjikan untuk bertemu. Namun saya

tak menemukan Ujung disini. Saya tanya Tuhan, Tuhan belum memberikan jawaban!” ia menangis dalam pelukan air.

“ Kemana Ujung pergi? Haruskah saya menunggu disini atau

pergi, Tuhan bantu saya!” ia masih mengharapkan keajaiban.

Air mulai menjauh, berkejaran dengan angin. Air matanya seperti sudah mengering.

Ia bangun dan berjalan menjauh dari bibir pantai. Ia duduk di atas batu sambil memeluk kakinya. Kemudian wajahnya ditenggelamkan disela kakinya.

Ujung telah mengabarkan kepada saya, tentang sesuatu hal yang akan mengubah hidup saya. impian saya akan menjadi kenyataan. Jika sudah saatnya tiba kami akan bertemu. Mulai saat itu, saya berjalan ke arahnya. Walau harus meninggalkan kesenangan saya. Saya mengembara berbekal seadanya.

Berjalanya waktu ini ternyata perjalanan yang mencekam dan menakutkan. Saya sendiri melawan bekunya

malam dan panasnya siang. Melewati hutan, lembah, gunung, ladang dan sungai. Badai, kekeringan sampai bertemu binatang buas sudah saya lalui. Tuhan selalu menemani dan menolong saya. Tibalah sampai disini. Namun, kenapa ujung pergi?

Pasir yang dari tadi mengamati wanita itu mulai berbicara kepadanya.

“Janganlah kau bersedih, kau tak layak menyakiti dirimu sendiri dengan bersedih. Kau pantas bahagia. Sudah

banyak orang yang dijanjikan Ujung. Sama sepertimu. Lihatlah orang itu, ia sampai gila.

Merusak dirinya sendiri. Dulu ia juga sepertimu menangis sendiri disini. Saya peduli dengan kamu karena kamu menyertakan Tuhan dalam perjalananmu. Tuhan sudah mengijinkan kamu sampai disini. Tentu bukan sebuah kesia-sian. Inilah takdirmu. Tidak semua orang sepertikamu. Walau kau tak menemukan ujung disini, kau tetap harus berterimakasih kepada Tuhan. Kau wanita pilihan. Diseberang sana tak kan kau temui Ujung. Namun kau bisa berlayar ke pulau lain. Mungkin disini bukan menjadi jalanmu” begitu pasir memberikan nasehat.

Wanita itu menatap laut lepas. Matahari sudah semakin naik. Mulai menyengat kulitnya. Ia kemudian mengemasi barang bawaanya dan siap berlayar menunggu malam tiba.

#cerpen

#ceritapendek

#raeana 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#Ibujuara Penantian buah hati

Hitam Nan Terang

Aku si Cebol